Bagaimana perasaanmu jika ternyata kamulah penyebab temenmu membutuhkan konsul ke psikolog? Bagaimana perasaanmu, jika nyatanya pembuangan emosimu ke temenmu itu menyebabkan ia kelelahan? Bagaimana perasaanmu jika egoismu selama ini sudah offside?
Menjadi orang dewasa se-dewasa usia yang dimiliki itu tidak semua orang bisa. Tidak sedikit orang dewasa yang terjebak dalam jiwa anak kecil yang maunya dingertiin terus. Jiwa yang ga mau tau, yang penting apa yang ia inginkan bisa terpenuhi. Jiwa yang inginnya pusat rotasi bumi ada di hidupnya. Jiwa yang penuh dengan keegoisan dengan tagline kamu harus mendengarkan update hidupku. Ah mana bisa itu terjadi ges.
Kebayang ga sih, kita dengan PD nya merasa bahwa kita adalah orang sepenting itu sehingga semua kisah kita harus didengar dan direspon. Sedangkan orang yang kita paksa untuk mendengarkan drama kehidupan itu hidupnya jauuuh lebih strugle. Apa ga malu? Apa ga dholim? Apa setega itu sudah menyita seluruh energinya untuk mendengarkan cerita yang baginya mungkin tidak ada bandingannya dengan perjuangan yang sedang dia alami bahkan cerita yang bukan urusannya.
Di sudut yang lain, pernahkah terpikirkan bahwa nyatanya cerita kita menjadi beban orang lain. Cerita drama yang ga akan ada habisnya. Cerita karna kesalahan yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Cerita yang menjenuhkan. Cerita yang harusnya ditelan sendiri sebagai bentuk konsekuensi, dan cerita yang seharusnya tidak ditumpahkan ke orang lain. Mungkin akan ada pertanyaan, lha kalo ga mau dengerin cerita ya udah skip aja, cut off dan selesai. Benar sekali hanya saja tidak selalu kondisi se-simple dan semudah itu.
Ada kondisi dimana orang dengan lumuran tumpahan curhat orang lain tidak dapat cut off karena pertimbangan saudara, tetangga, maupun profesional pekerjaan. Ga sebanding kan ketika kita harus pindah rumah, pindah KK atau pindah kerjaan hanya karena ingin menghindari orang tersebut. Lagi² banyak layer yang harus dipertimbangkan dan benar tidak-lah sesederhana cut off--blokir.
Ujungnya jika cerita bertahun² itu akan membebani dan final chapternya adalah kelelahan yang berdampak terhadap psikologis. Entah low energi, badmood, emosian, ataupun reaksi lainnya. Jika sudah ada dalam kondisi ini, maka segeralah konsultasi ke psikolog untuk menetralkan perasaan. Setidaknya perasaan, pikiran, dan mood diri bisa lebih stabil dan lebih tenang. Ceritakan apa yang sedang dialami dan mintalah masukan supaya kembali tenang dan mampu menghadapi situasi yang sudah tidak sehat ini. Psikolog pun akan memberi gambaran langkah apa yang bisa dilakukan untuk menjembatani permasalahan, memvalidasi keputusanmu, hingga memberikan sudut pandang baru bahwa kamu ga harus bertanggung jawab atas hidupnya.
Benar, kita tidak didesain untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain. Bahagia dan duka orang lain bukan tanggung jawab kita. Pun sama kita boleh dan memiliki hak untuk skip cerita apapun dari orang lain. Kita boleh sekali bilang kalo tidak mau mendengarkan ceritanya, akan berbeda ya jika kita sudah terang²an bilang seperti itu tapi ia tetep bercerita dan mengaburkan pemahaman dya kalo orang yang diajak curhat sudah muak.
Terlihat sederhana ya, hanya mendengarkan curhat orang lain ternyata bisa berujung membutuhkan profesional di bidang psikologi. Lagi² kasusnya yang bagaiman dulu kan ya, kalo sama² bisa buang sampah mah oke² aja. Nah yang berbahaya dan harus dihindari adalah menceritakan drama kehidupan yang ia buat sendiri dengan penuh kesadaran dan orang lain dipaksa masuk dalam drama tersebut.
Yuk selagi masih dikasih nafas, kurangi membebani orang lain dengan cerita yang tidak sepenting itu bagi orang lain. Boleh sekali curhat asal tau diri dan tau waktu. Jadilah orang yang bijak dan dewasa. Ambillah semua konsekuensi dari apa yang sudah kamu lakukan. Belajar gentle untuk siap menghadapi semua resiko yang kemungkinan terjadi. Serta jadilah bijaksana untuk mampu menghargai orang lain sebagaimana kamu ingin dihargai.
0 comments:
Post a Comment